Wisata Wayang Kulit Yogyakarta

Asyiknya nonton wisata Wayang Kulit Jogja

Wisata Wayang Kulit – Jogja adalah central dari kebudayaan jawa yang berada di pulau jawa, hal ini didukung dengan banyaknya para seniman sastra yang dilahirkan di kota pelajar ini. Sebut saja Sujidwo Sutejo, Buter Kertaradjasa, dan masih banyak lagi. Mereka mempunyai gaya seni pertunjukan yang berbeda-beda.

Seni pertunjukan yang paling kental dengan budaya jogja yaitu pertunjukan wisata wayang kulit Yogyakarta yang merupakan mahakarya seni pertunjukan jawa yang menggambarkan kisah perang saudara dari Mahabarata, Kisah cinta Rama dan Sinta dan masih banyak lagi. Pagelaran selama semalam suntuk ini menjadi ruang yang tepat untuk melewatkan malam, belajar sambil memahami amanat moral yang tersirat dalam filosofi kehidupan Jawa.

Ketika suasana malam mulai mencekam, Yogyakarta akan terhiasi dengan alunan-alunan merdu dari alat-alat musik jawa. Irama gamelan yang indah berpadu dengan suara merdu para sinden yang tak akan membiarkan anda jatuh dalam kantuk. Lakon cerita yang dibawakan oleh sang dalang akan membawa anda larut seolah ikut masuk menjadi bagian dari tokoh kisah yang diceritakan.

Seni pertunjukan ini telah berusia lebih dari setengah millennium. Kemunculannya terpicu dengan masuknya agama islam di Pulau Jawa. Sunan Kalijaga menciptakannya dengan mengadopsi wayang beber yang berkembang pada masa kejayaan Hindu-Budha. Hal itu dilakukan karena wayang terlanjur lekat dengan orang jawa sehingga menjadi media yang cocok untuk berdakwah menyebarkan islam, namun ada beberapa hal yang dilarang oleh agama islam. Maka wayang kulit hanya bisa dinikmati bayangannya oleh khalayak ramai.

[ Baca artikel lainnya disini ]

Orang yang bisa memainkan pagelaran wayang kulit merupakan orang yang hebat. Bagaimana tidak, selama semalam suntuk sang dalang, para pemain karawitan, sinden mengisi acara ini secara bergantian. Sang dalang memainkan karakter wisata wayang kulit yang merupakan hasil kerajinan berbahan kulit kerbau. Ia harus bisa menghidupkan wayang tersebut dengan karakter mereka masing-masing, berganti intonasi, mengeluarkan guyonan dan bahkan tak jarang untuk bernyanyi. Untuk menambah suasana ramai, dalang dibantu oleh musisi yang memainkan gamelan dan para sinden yang menyanyikan lagu-lagu jawa.

Wayang yang dimainkan oleh dalang berjumlah ratusan. Untuk itu dalang dibantu oleh asisten yang menata dan menyiapkan wayang untuk diletakkan dalam batang pisang yang ada di dekat dalang. Saat dimainkan, orang-orang akan tampak sebagai bayangan di layar putih yang ada di depan sang dalang. Bayangan itu bisa tercipta karena pertunjukan wayang dibantu lampu minyak sebagai penerangan yang membantu pemantulan bayangan ke layar putih.

Ragam lakon yang diceritakan oleh dalang terbagai menjadi 4 kategori yaitu lakon pakem, lakon carangan, lakon gubahan dan lakon karangan. Pertama Lakon pakem bercerita tentang kesuluruhan yang sumbernya pada perpustakaan wayang. Kedua Lakon carangan garis besarnya bersumber pada perpustakaan wayang. Ketiga Lakon gubahan memakai tempat-tempat yang sesuai pada perpustakaan wayang. Keempat lakon karangan sepenuhnya bersifat lepas tidak terikat.

[ Baca artikel lainnya disini ]

Cerita wayang mengadopsi dari beberapa kitab tua seperti Ramayana, Mahabarata, dan Purwakanda. Diantara semua kitab tua yang dipakai, kitab purwakanda adalah yang paling sering digunakan oleh dalang-dalang dari Kraton Yogyakarta. Pagelaran wayang dimulai ditandai dengan adanya gunungan yang keluar. Pagelaran wayang gaya Yogyakarta dibagi dalam 3 babak yang memiliki 7 adegan biasa dan 7 adegan perang. Babak pertama disebut pathet lasem yaitu dengan 3 adegan biasa dan 2 adegan perang. Pathet sanga menjadi sebutan babak kedua dengan ditandai 2 adegan biasa dan 2 adegan perang, sementara Pathet Manura menjadi babak ketiga yang mempunyai 2 adegan biasa dan 3 adegan perang. Namun kebanyakan dari penonton menanti momen gara-gara atau guyonan-guyonan khas jawa yang ditampilkan oleh dalang beserta sinden.

Biasanya di Yogyakarta pementasan wayang semalam suntuk, dilakukan setiap minggu kedua dan keempat mulai pukul 21.00 WIB hingga pukul 03.00 bertempat di Sasono Hinggil yang terletak di utara Alun-Alun Selatan. Tempat lain yang juga menggelar pagelaran seni pertunjukan ini adalah Bangsal Sri Maganti yang berada di Kasepuhan Kraton Yogyakarta. Pada mulanya pementasan ini tidak dipungut biaya bagi pengunjung namun setelah bertambahnya jaman makan ditarik biaya Rp 5.000 bagi para penonton.