Masjid Kotagede
Yogyakarta, Kota Masa Lalu, begitu sebutannya. Menelusuri kembali jejak langkah dari masa lalu memang tidak luput dari kota pelajar ini. Banyak bangunan tua bersejarah menjadi saksi bisu dari pergerakan kemajuan bangsa Indonesia ini. Salah satunya adalah Masjid Kotagede yang usianya jauh lebih tua dibandingkan dengan umur kita tentuya hehehe. Masjid ini memiliki perangkat unik berupa mimbar khotbah dengan ukiran indah, bedug yang usianya sudah ratusan tahun, serta tembok berperekat air aren.
Bangunan Islam ini adalah masjid tertua yang ada di Yogyakarta. Masjid ini merupakan tempat yang seringkali hanya dilewati ketika wisatawan hendak menuju kompleks pemakaman raja Mataram. Sebelum memasuki kompleks masjid, anda akan menemui sebuah pohon beringin yang menurut mitosnya mendatangkan berkah, yaitu apabila mau bertapa di bawah pohon hingga mendapatkan dua lembar daun jatuh, satu tertelungkup dan satu lagi terentang maka keinginanya akan terpenuhi.
Mendekat ke arah kompleks masjid kotagede, akan ditemui sebuah gapura yang berbentuk paduraksa. Dan ditemui juga sebuah tembok berbentuk huruf L di bagian depan gapura. Bentuk paduraksa adalah wujud toleransi Sultan Agung pada warga yang ikut membangun masjid yang masih memeluk agama Hindu dan Budha. Ketika memasuki halaman masjid, ditemui sebuah prasasti yang berwarna hijau. Prasasti yang memiliki tinggi 3 meter ini merupakan pertanda bahwa Paku Buwono pernah merenovasi masjid ini. Pada bagian dasar prasasti berbentuk bujur sangkar dan di bagian puncaknya terdapat mahkota lambang kasunanan Surakarta. Sebuah jam diletakkan di sisi selatan prasasti sebagai acuan waktu sholat.
[ Cek juga artikel lainnya disini ]
Sebuah parit mengelilingi masjid ketika memasuki bangunan inti masjid. Pada waktu pemerintahan Sultan Agung parit ini digunakan sebagai saluran drainase setelah air digunakan wudhu di sebelah utara masjid. Kini warga setempat mengolahnya dengan memasang porselen di bagian dasar parit dan menggunakannya sebagai tempat memelihara ikan hias. Banyak ikan hias yang dipelihara di kolam ini. Untuk memudahkan warga yang ingin beribadah, dibuatlah sebuah jembatan kecil penghubung yang terbuat dari kayu-kayu yang disusun berderet.
Masjid Kotagede memiliki dua tahap pembangunan. Tahap pertama ketika dibangun pada masa Sultan Agung yaitu bangunan inti masjid yang berukuran kecil dengan berbentuk atap limasan dan ruangan yang terbagi dua yaitu inti dan serambi . Bangunan kedua dibangun oleh Paku Buwono X yaitu merombak bagian tiangnya yaitu dengan dibangun menggunakan bahan besi.
Pada bagian luar inti masjid terdapat bedug tua yang bersebelahan dengan kentongan. Bedug yang usianya tak kalah tua dengan masjidnya. Hingga kini bedug ini masih dibunyikan sebagai penanda waktu sholat. Tak hanya ini, terdapat juga sebuah mimbar berbahan dasar kayu yang penuh dengan ukiran indah berada di sebelah tempat imam yang memimpin sholat. Namun keberadaan mimbar ini dijaga keutuhannya agar tidak rusak, maka posisi mimbar ini digantikan oleh mimbar kecil dalam kepentingannya sehari-hari.
Tak puas rasanya jika cuma melihat bagian dalam dari masjid ini, berjalan mengitari halaman masjid kita akan menjumpai perbedaan pada tembok yang mengelilingi bangunan masjid. Tembok di bagian kiri terdiri dari batu bata yang ukurannya lebih besar, dan terdapat batu seperti marmer yang di permukaannya ada tulisan aksara jawa. Sementara tembok yang lain memiliki ukuran batu bata yang lebih kecil dan berwarna agak muda. Keunikan dari tembok ini tidak menggunakan semen untuk merekatkan batu satu sama lain, namun hanya memakai perekat air aren.
[ Cek juga artikel lainnya disini ]
Masjid yang telah berusia ratusan tahun ini hingga kini masih berdiri dengan kokoh. Warga setempat masih menggunakannya sebagai tempat melaksanakan kegiatan keagaman dan bakti social. Bila dating waktu sholat, akan terlihat puluhan warga untuk menunaikan ibadah bahkan pada waktu ramadhan tiba, masjid ini tidak pernah sepi dari orang. Mereka menyibukkan diri di dalam masjid seperti untuk sholat, membaca Al-Quran, melakukan kegiatan bakti social atau bahkan menyiapkan keperluan buka puasa apabila waktu berbuka sudah mulai menjelang. Diluar waktu sholat, banyak warga yang menggunakan masjid untuk tempat berkomunikasi memperkuat tali persaudaran ukhuwah islamiyah.